Diberdayakan oleh Blogger.
RSS

Semua Akan Indah Pada Waktunya (Part2)




Aku pun pulang cepat – cepat ke rumah, aku benar – benar lelah, lelah akan keadaan. Sesampainya di rumah aku duduk di teras depan, hujan deras mengguyur kota Jakarta, hujan ini seperti mewakili perasaan ku saat ini.
“Gimana Dek? Apa masalahnya sudah selesai?” tanya kakaku yang datang secara tiba – tiba.
“Sudah Kak,” jawabku secara singkat.
“Sepertinya, ada yang tidak beres darimu, ada apa De?” tanyanya.
“Aku baik – baik saja Kak,” kataku sambil tersenyum. Ya lebih tepatnya senyum palsu untuk menutupi perasaanku.
“Kakak Kenal kamu tidak setahun dua tahun, De. Kaka yakin betul kalau saat ini sedang ada yang mengganjal perasaanmu. Apa perilakumu ini ada kaitan nya dengan masalah persahabatanmu?” tanyanya dengan penuh kelembutan.
            “Hatiku sakit Kak, benar – benar sakit. Mereka menuduhku, aku telah menjadi orang munafik. Tapi sejujurnya, aku tidak terima dibilang seperti itu olehnya, hatiku berontak Kak,” jawabku sambil kembali meneteskan air mata.
            “Loh kok? Seperti itu?” tanyanya.
            “Aku tak mengerti Kak,” jawabku.
“Apa sebelumnya……. kalian pernah punya masalah?” tanyanya.
            “Masalah apa yah?  Apa karna aku jadian sama Adit?” jawabku.
            “Lho? Kamu yang jadian, dia yang marah? Apa jangan – jangan, Adit itu mantannya Rani?” tanyanya.
            “Ya memang kenyataannya seperti itu Kak.” jawabku
            “Serius? Ceritain  lebih lanjut deh, Kaka rasa sih ada kaitannya dengan itu” pintanya.
“Jadi gini Kak. Saat aku kelas VIII, Rani dan Lila seperti mau nyomblagin aku sama orang yang aku suka, dan saat itu aku sedang suka dengan Adit. Dia sekelas denganku dulu, tapi kan aku tidak dekat dengannya, tau nomernya aja engga, dan aku lihat sih dia  orangnya juga tertutup. Akan tetapi Rani tetap meyakinkanku kalau memang dia akan berhasil nyomblangin aku dengannya,” aku menarik nafas. “Lama - kelamaan, aku mulai merasakan hal yang aneh. Sepertinya Adit suka dengan Rani, begitupun dengannya. Terlihat sekali perbedaan respon dari Adit ke aku, dan dari Adit ke Rani, hal itu semakin membuat aku yakin kalau memang sudah timbul benih – benih cinta diantara mereka. Aku juga nelihat isi dari sms mereka,” jawabku panjang lebar.
“Terus – terus, mereka jadian?” tanyanya penasaran.
“Ya begitudeh,” jawabku secara singkat.
“Ih kok bisa? Dia mengkhianati kamu dong?” tanyanya.
“Dulu aku tak mnegerti itu Kak. Lagipula, saat mereka jadian aku sudah tidak punya rasa lagi dengan Adit. Jadi aku tidak mempermasalahkan hal itu,” jawabku”
“Tunggu dulu, bukannya kamu pernah cerita sama Kaka, kalau dulu Rani pernah jadian sama Bagas kalau tidak salah, karena tadinya dia ingin menyomblangkan sahabatmu Lila? “ tanyanya.
“Iya, Kak. Memang kenapa?” jawbaku.
“Kenapa dulu masih minta comblagin coba? Udah tau dia seperti itu. Kalau begitu dari sini saja seharusnya Adikku ini sudah bisa melihat kelakuan Rani yang sebenarnya.” tuturnya.
Tiba – tiba saja otakku mencerna semua perkataan Kakaku itu, dan entah mengapa aku setuju denganya. Aku juga baru sadar, kalau  memang dialah yang jahat, dialah yang seharusnya intropeksi diri.
            “Sepertinya aku setuju dengan Kakak. Terlebih aku tahu alasan Rani mutusin Adit dulu itu karna dia suka lagi dengan Bagas, mantannya itu. Setelah sehari putus, besoknya jadian lagi deh sama Bagas. Saat aku mulai dekat lagi dengan Adit, disitulah awal diriku mulai kesal dengannya, alasan yang pertama aku sedih mendengar perlakuan Rani ke Adit saat mereka pacaran, yang kedua… Heeeemm… sejujurnya aku cemburu Kak” seketika hening. “Tapi Kakak juga harus tau saat itu Rani juga sedang terlibat konflik dengan Bagas, yang melibatkan kami para sahabatnya. Yang  lebih buruk lagi, tidak seorang pun diantara GOLD yang membela Rani,” jelasku.
            “Nah, semakin terlihat jelaskan kelakuan dia yang sebenernya.” jelas kakaku dengan tegas.
            Aku kembali berfikir, benar juga yang dikatakannya. Berarti waktu itu aku bodoh sekali karna rela dimusuhin Lila, Paras, Lesya, dam Timeh, hanya untuk membelanya. Memang setelah itu aku kesal dengannya, itu semua juga karna kelakuan dia yang tidak bisa berubah. Aku pun bingung, entah mengapa aku tidak bisa menunjukkan ketidaksukaanku kepadanya, dan akhirnya tertuduhlah kata  Devil Bertopeng Angel itu kepadaku.  Tiba- tiba rasa sakit itu pun kembali menghantuiku.
            “Jadi, apa yang harus aku lakukan sekarang, Kak?” tanyaku pasrah.
            “Jauhin Rani! Percaya sama Kakak, itu yang terbaik.” jawabnya dengan  penuh pengertian.
***

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

0 komentar:

Posting Komentar