Aku
pun pulang cepat – cepat ke rumah, aku benar – benar lelah, lelah akan keadaan.
Sesampainya di rumah aku duduk di teras depan, hujan deras mengguyur kota
Jakarta, hujan ini seperti mewakili perasaan ku saat ini.
“Gimana Dek? Apa masalahnya sudah selesai?” tanya kakaku yang datang
secara tiba – tiba.
“Sudah Kak,” jawabku secara singkat.
“Sepertinya, ada yang tidak beres darimu, ada apa De?” tanyanya.
“Aku baik – baik saja Kak,” kataku sambil tersenyum. Ya lebih tepatnya
senyum palsu untuk menutupi perasaanku.
“Kakak Kenal kamu tidak setahun dua tahun, De. Kaka yakin betul kalau
saat ini sedang ada yang mengganjal perasaanmu. Apa perilakumu ini ada kaitan nya
dengan masalah persahabatanmu?” tanyanya dengan penuh kelembutan.
“Hatiku sakit Kak, benar – benar sakit.
Mereka menuduhku, aku telah menjadi orang munafik. Tapi sejujurnya, aku tidak
terima dibilang seperti itu olehnya, hatiku berontak Kak,” jawabku sambil
kembali meneteskan air mata.
“Loh kok? Seperti itu?” tanyanya.
“Aku tak mengerti Kak,” jawabku.
“Apa sebelumnya……. kalian pernah punya masalah?” tanyanya.
“Masalah apa yah? Apa karna aku jadian sama Adit?” jawabku.
“Lho? Kamu yang jadian, dia yang
marah? Apa jangan – jangan, Adit itu mantannya Rani?” tanyanya.
“Ya memang kenyataannya seperti itu
Kak.” jawabku
“Serius? Ceritain lebih lanjut deh, Kaka rasa sih ada kaitannya
dengan itu” pintanya.
“Jadi gini Kak. Saat aku kelas VIII, Rani dan Lila seperti mau nyomblagin aku sama orang yang aku suka,
dan saat itu aku sedang suka dengan Adit. Dia sekelas denganku dulu, tapi kan aku
tidak dekat dengannya, tau nomernya aja engga, dan aku lihat sih dia orangnya juga tertutup. Akan tetapi Rani tetap
meyakinkanku kalau memang dia akan berhasil nyomblangin
aku dengannya,” aku menarik nafas. “Lama - kelamaan, aku mulai merasakan
hal yang aneh. Sepertinya Adit suka dengan Rani, begitupun dengannya. Terlihat
sekali perbedaan respon dari Adit ke aku, dan dari Adit ke Rani, hal itu
semakin membuat aku yakin kalau memang sudah timbul benih – benih cinta
diantara mereka. Aku juga nelihat isi dari sms mereka,” jawabku panjang lebar.
“Terus – terus, mereka jadian?” tanyanya penasaran.
“Ya begitudeh,” jawabku secara singkat.
“Ih kok bisa? Dia mengkhianati kamu dong?” tanyanya.
“Dulu aku tak mnegerti itu Kak. Lagipula, saat mereka jadian aku sudah
tidak punya rasa lagi dengan Adit. Jadi aku tidak mempermasalahkan hal itu,”
jawabku”
“Tunggu dulu, bukannya kamu pernah cerita sama Kaka, kalau dulu Rani pernah
jadian sama Bagas kalau tidak salah, karena tadinya dia ingin menyomblangkan
sahabatmu Lila? “ tanyanya.
“Iya, Kak. Memang kenapa?” jawbaku.
“Kenapa dulu masih minta comblagin coba? Udah tau dia seperti itu. Kalau
begitu dari sini saja seharusnya Adikku ini sudah bisa melihat kelakuan Rani
yang sebenarnya.” tuturnya.
Tiba – tiba saja otakku mencerna semua perkataan Kakaku itu, dan entah
mengapa aku setuju denganya. Aku juga baru sadar, kalau memang dialah yang jahat, dialah yang
seharusnya intropeksi diri.
“Sepertinya aku setuju dengan Kakak.
Terlebih aku tahu alasan Rani mutusin Adit dulu itu karna dia suka lagi dengan
Bagas, mantannya itu. Setelah sehari putus, besoknya jadian lagi deh sama
Bagas. Saat aku mulai dekat lagi dengan Adit, disitulah awal diriku mulai kesal
dengannya, alasan yang pertama aku sedih mendengar perlakuan Rani ke Adit saat
mereka pacaran, yang kedua… Heeeemm… sejujurnya aku cemburu Kak” seketika
hening. “Tapi Kakak juga harus tau saat itu Rani juga sedang terlibat konflik
dengan Bagas, yang melibatkan kami para sahabatnya. Yang lebih buruk lagi, tidak seorang pun diantara
GOLD yang membela Rani,” jelasku.
“Nah, semakin terlihat jelaskan
kelakuan dia yang sebenernya.” jelas kakaku dengan tegas.
Aku kembali berfikir, benar juga
yang dikatakannya. Berarti waktu itu aku bodoh sekali karna rela dimusuhin Lila,
Paras, Lesya, dam Timeh, hanya untuk membelanya. Memang setelah itu aku kesal
dengannya, itu semua juga karna kelakuan dia yang tidak bisa berubah. Aku pun
bingung, entah mengapa aku tidak bisa menunjukkan ketidaksukaanku kepadanya,
dan akhirnya tertuduhlah kata Devil Bertopeng Angel itu kepadaku. Tiba- tiba rasa sakit itu pun kembali
menghantuiku.
“Jadi, apa yang harus aku lakukan
sekarang, Kak?” tanyaku pasrah.
“Jauhin Rani! Percaya sama Kakak,
itu yang terbaik.” jawabnya dengan penuh
pengertian.
***
0 komentar:
Posting Komentar