Tekadku
sudah bulat, aku harus segera menjauh dari sosok Rani, jujur saja aku tidak mau
sekelas lagi dengannya, bukan karena aku benci padanya, tapi karena setiap
melihatnya dadaku terasa sakit sekali. Jika aku menjauh dari Rani, itu artinya
aku harus siap kehilangan kelima sahabatku yang lain, yang memang aku sayangi
dan berarti bagiku. Akhirnya aku pun majauh dari mereka. Kita pun menganal kata
lupa dan melupakan. Begitulah nasib perkenalan GOLD memalui jembatan pertemuan
di Acara Pensi, Peringatan Hari Ulang Tahun Sekolah. Kita merasa hanya
berkepentingan dengan dunia kita sendiri. Kita sempat asing satu sama lain.
Jika kebetulan bertatap muka, yang diproses dalam ingatan kita hanyalah “Aduh…
siapa yaaaa? Kaya pernah liat, pernah deket, cuman kapan? Dimana?” Dan cukup.
Bahkan kita tidak berkepentingan memberi jawaban atas pertanyaan itu.
Aku pun bertemu dengan sahabat – sahabat baruku yang memberi angin
segar yang dan tak kalah super jika dibandingkan dengan mereka. Mereka yang
bisa membuat aku tersenyum dan ceria kembali.
Terlebih lagi aku mendengar kabar perilaku Rani yang semakin menjadi –
jadi dan mulai banyak yang tidak suka
dengan perilakunya. Seketika aku kaget, satu persatu anggota GOLD mulai ikut
menjauh dari Rani, dan sepertinya GOLD malah menjadi benar - benar hancur, tapi
sejujurnya aku merasa sedikit lega, karena syukur jika memang mereka semua
mengetahui siapa yang benar – benar jahat.
Tak sengaja, aku, Lila, Lesya, dan Paras bertemu berbarengan. Sayang
sekali waktu itu Timeh sedang tidak masuk. Tiba – tiba Paras memeluk erat tubuh
Lila.
“Lil, maafin aku Lil, maafin aku,” katanya sambil memangis
seseggunkkan.
“Iya Ras, aku ngerti kok,” jawab Lila dengan lembut.
“Maafin aku Lil, aku menjauh dari kamu bukan karena aku benci padamu,
tapi karena aku tidak ingin merusak kebahagian kamu dengan Rani, sementara aku
tidak bisa bersikap biasa dengannya karena kejadian masa lalu aku dengannya,
jadi lebih baik aku yang mengalah,” ucap Paras berderai air mata.
Ya, Rani dan Paras pernah terlibat konflik dengan Bagas. Paras pernah
suka dengan Bagas disaat Mutia dan Bagas sudah putus. Hingga akhirnya Paras
merelakan Bagas hanya untuk menjaga persahabatan kami. Mungkin, Paras baru
sadar dan sakitnya baru terasa saat – saat ini.
“Ya, kalau aku sih menjauh dari dia karena… Hem… sudahlah, aku sudah
malas membahasnya,” jawab Lesya dengan muka murung.
Kita semua pun tertawa. Ini sedikit mencairkan suasana. Aku merasa saat
itu adalah saat yang tepat untuk aku menjelaskan kepada mereka mengapa dulu aku
tiba – tiba menjauh dari mereka.
Aku pun memberanikan diri untuk menjelaskannya “Kalau aku, heemmm… maaf
aku tidak terima dulu dibilang munafik, maafkan aku,”
Akhirnya kami pun berpelukkan dan saling memaafkan. Kalau yang aku tahu
tentang Rano sih, katanya dia tidak mau mejilat ludahnya sendiri, sejujuenya
Lesya, Paras, Timeh, dan aku pun sudah malas dengannya, untuk memaafkannya
mungkin iya, tapi untuk kembali bersahabat dengannya mungkin sudah tidak bisa
lagi, entahlah, biarkan waktu saja yang mejawab. Kami pun bertekad untuk
kembali menata persahabatan kami yang sempak karenanya.
Sejak saat itu pula aku mengerti satu hal ‘Hidup itu sederhana, pilih
dan jangan pernah menyesalinya.’
***
0 komentar:
Posting Komentar